Pergerakan lempeng
Secara teori tektonik
lempeng, pembentukan Kepulauan Indonesia dimulai sekitar 55 juta tahun
yang lalu. Indonesia dibentuk oleh interaksi setidaknya tiga lempeng
penyusun bumi; Lempeng Samudera India, Lempeng Laut Filipina, dan
Lempeng Eurasia yang merupakan lempeng kontinen. Perbedaan antara
lempeng yang disusun oleh lempeng samudera dan kontinen adalah lempeng
samudera bersifat basah karena disusun oleh material yang kaya akan
unsur Fe, Mg dan Ni, bersifat kaku dan brittle, mempunyai berat jenis
yang tinggi, sementara lempeng kontinen merupakan lempeng benua yang
secara kimia bersifat relatif asam dan mempunyai berat jenis lebih
rendah dibandingkan lempeng samudera.
Lempeng-lempeng tadi
bergerak satu sama lain di mana Lempeng Samudera India bergerak relatif
ke arah utara dengan kecepatan 7 cm per tahun, Lempeng Laut Filipina
bergerak ke arah barat daya dengan kecepatan 8 cm per tahun dan lempeng
Eurasia yang cenderung stabil. Pergerakan lempeng-lempeng ini kemudian
bertemu pada satu zona tumbukan yang disebut dengan zona subduksi.
Interaksi ketiga
lempeng tadi mengakibatkan pengaruh pada hampir seluruh kepulauan yang
ada di Indonesia, kecuali Kalimantan. Pengaruh dari pergerakan lempeng
tadi ada yang langsung berupa pergerakan kerak bumi di batas pergerakan
lempeng tadi, yang akan menimbulkan gempa bumi dan tsunami apabila
pergerakannya terdapat di dasar laut, maupun tidak langsung. Gempa bumi
dan tsunami yang terjadi setahun lalu di Aceh dan Sumatera Utara
merupakan contoh nyata.
Gempa dan tsunami Aceh
dihasilkan tunjaman Lempeng Samudera India ke bawah Lempeng Eurasia.
Tunjaman tersebut menghasilkan getaran yang menimbulkan gempa bumi
berkekuatan sekitar 8,9 skala richter. Pusat gempa tersebut terdapat di
Samudera Hindia, tepatnya sekitar 200 km sebelah barat daya Pulau
Sumatera. Getaran gempa yang sangat keras itu kemudian sampai ke
permukaan laut dan menimbulkan gerakan osilasi pada air laut dengan
kecepatan sekitar 700?800 km/jam (setara dengan kecepatan pesawat
komersil), yang akhirnya sampai ke daerah Aceh dan Sumatera Utara dalam
bentuk tsunami.
Selain itu pertemuan
Lempeng Samudera India dengan Lempeng Eurasia juga menghasilkan lajur
gunung api yang memanjang dari Sumatera sampai Nusa Tenggara dan
membentuk sebuah rangkaian gunung api. Rangkaian gunung api ini dikenal
dengan istilah busur vulkanik dan berhenti di Pulau Sumbawa, kemudian
berbelok arah ke Laut Banda menuju arah utara ke daerah Maluku Utara,
Sulawesi Utara dan terus ke Filipina. Busur gunung api ini sendiri ada
yang masih aktif seperti Gunung Merapi, Gunung Krakatu di Selat Sunda,
Gunung Galunggung dan Gunung Papandayan di Jawa Barat, Gunung Merapi di
Jogjakarta, Gunung Agung di Bali, Gunung Rinjani dan Tambora di Nusa
Tenggara, Gunung Gamalama dan Tidore di Maluku Utara, dan Gunung Klabat
di Sulawesi Utara.
Pergerakan ketiga
lempeng tadi juga dapat menimbulkan patahan atau sesar yaitu pergeseran
antara dua blok batuan baik secara mendatar, ke atas maupun relatif ke
bawah blok lainnya. Patahan atau sesar ini merupakan perpanjangan gaya
yang ditimbulkan oleh gerakan-gerakan lempeng utama. Patahan atau sesar
inilah yang akan menghasilkan gempa bumi di daratan dan tanah longsor.
Akibatnya, bangunan yang ada di atas zona patahan ini sangat rentan
mengalami runtuhan
Patahan atau
sesar-sesar ini akan mempengaruhi resistensi atau kekuatan pada batuan
yang dilewatinya, menyebabkan batuan- batuan tadi menjadi rapuh dan
mudah mengalami erosi. Apabila jenis batuan tersebut merupakan batuan
yang porous( berongga), maka akan menimbulkan hal yang lebih fatal lagi.
Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan air hujan masuk ke dalam
rongga batuan dan menyebabkan lama kelamaan batuan tersebut akan menjadi
jenuh yang berujung pada terjadinya pergerakan massa batuan dalam
bentuk blok besar yang menimbulkan tanah longsor, terutama daerah dengan
kemiringan lereng yang curam.
Faktor manusia juga
sangat mempengaruhi terjadinya tanah longsor ini, terutama yang disertai
dengan bencana banjir bandang. Adanya penggundulan hutan terutama
illegal logging dan pembukaan lahan yang tidak memperhatikan kaidah
lingkungan, menjadi salah satu yang memicu terjadinya tanah longsor
disertai dengan banjir bandang. Permukaan tanah yang telah gundul
menyebabkan air hujan yang turun ke permukaan tanah tidak dapat diserap
oleh tanah (tidak terjadi infiltrasi), akibatnya air tersebut akan
mengalir di permukaan, dan membawa material di atas tanah tadi dalam
bentuk sedimen. Sedimen tadi kemudian diangkut ke sungai dan dibawa ke
hilir, yang menyebabkan pendangkalan dan kemudian terjadi banjir di
hilir sungai, yang nota bene umumnya merupakan wilayah pemukiman
Pengembangan wilayah
yang juga tidak memperhatikan aspek lingkungan juga mempengaruhi volume
dan frekuensi banjir. Manusia mendirikan pemukiman yang pada dasarnya
merupakan dataran banjir, yaitu daerah yang akan tergenang oleh air
sungai apabila terjadi banjir. Hal ini yang terjadi di Gunung Leuser
(Aceh), Gunung Bawakaraeng dan di Desa Manipi (Sulawesi Selatan) , serta
kejadian tanah longsor dan banjir bandang di Jember dan Banjarnegara
yang baru-baru ini.
Sebenarnya sebelum
bencana longsor dan banjir bandang di Jember dan Banjarnegara terjadi,
Direktorat Vulkanologi dan Bencana Alam Geologi telah memberikan warning
kepada pemerintah setempat bahwa daerahnya sangat rawan bencana longsor
dan banjir bandang. Kedua daerah tersebut masuk dalam peta rawan
bencana alam longsor yang dibuat pada tanggal 31 Oktober 2005. Di Pulau
Jawa dan Madura sendiri telah dipetakan ada 23 titik bencana alam
geologi yang tersebar, ada yang dalam kondisi sedang, rawan sampai
sangat rawan.
Dari pemaparan di atas
jelas tergambar bahwa kejadian bencana alam yang akhir-akhir ini menjadi
sebuah fenomena, sangat erat hubungannya dengan proses pembentukan
Kepulauan Indonesia secara geologi. Pelajaran berharga yang dapat kita
ambil adalah bahwa kita tidak bisa lari dari kenyataan bahwa kita hidup
di daerah yang rawan akan bencana alam, khususnya bencana alam geologi,
yaitu gempa bumi, tsunami, tanah longsor, gunung api dan banjir. Olehnya
itu, pemahaman tentang bagaimana sebenarnya kondisi Indonesia dalam
perspektif kebencanaan harus disosialisasikan ke masyarakat mengingat
ilmu kebumian utamanya ilmu geologi merupakan ilmu yang kurang diketahui
oleh masyarakat luas. Kita harus tidak gengsi mencontoh Jepang yang
juga secara geologi proses pembentukannya tidak jauh berbeda bahkan
lebih kompleks lagi. Di negeri matahari terbit ini, pemahaman dini
tentang bencana alam atau lebih dikenal dengan early warning system
telah diterapkan dari bangku taman kanak-kanak. Pemerintah yang
merupakan pengambil kebijakan harus lebih aware akan hal ini, sehingga
korban bencana alam bisa ditekan dan diminimalkan, terutama korban jiwa.
Pengertian Tektonik Lempeng
Lempeng tektonik,
proses gelologis yang bertanggung jawab untuk penciptaan benua,
pegunungan dan lantai samudera bumi, mungkin adalah semacam on-off.
Ilmuan telah menganggap bahwa pergeseran lempeng kerak telah melambat
namun terus terjadi pada sebagian besar sejarah bumi, namun studi
terbaru dari peneliti2 di Carnegie Institution menyarankan bahwa
tektonik lempeng pernah berhenti paling tidak sekali dalam sejarah
planet bumi dan dapat terjadi lagi.
Tektonik lempeng adalah
suatu teori yang menerangkan proses dinamika bumi tentang pembentukan
jalur pegunungan, jalur gunung api, jalur gempa bumi, dan cekungan
endapan di muka bumi yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng.
Sebuah aspek kunci dari
teori tektonik lempeng adalah bahwa skala waktu geologis lantai
samudera adalah fitur transient, membuka dan menutup saat lempeng2
bergeser. Lantai samudera dikonsumsi oleh sebuah proses yang disebut
subduksi, dimana lempeng tektonik menurun kedalam mantel bumi. Zona
subduksi adalah lokasi dari palung samudera, aktivitas gempa bumi
tinggi, dan sebagian besar gunung api utama dunia.
Saat sebuah lempeng samudera
bertabrakan dengan lempeng samudera lain atau dengan sebuah lempeng yang
membawa benua, satu lempeng akan melengkung dan bergeser dibawah yang
lainnya. Proses ini disebut sibduksi. Saat lempeng tersubduksi tenggelam
jauh kedalam mantel, ia menjadi begitu panas sehingga mencairkan batuan
sekitar. Batuan cair naik lewat kerak dan keluar pada permukaan dari
lempeng di atasnya.(Credit: Woods Hole Oceanographic Institution)
sebagian besar zona subduksi saat ini
berada di lantai samudera pasifik. Bila lantai pasifik sangat dekat,
seperti diramalkan dalam 350 juta tahun saat Amerika yang bergerak ke
barat bertabrakan dengan Eurasia, maka sebagian besar zona subduksi
planet akan lenyap bersamanya.
Ini akan secara efektif menghentikan lempeng tektonik kecuali zona
subduksi muncul, namun kemunculan subduksi masih belum dimengerti.
“Tumbukan India dan Afrika dengan Eurasia antara 30 dan 50 juta tahun
lalu menutup sebuah lantai samudera yang dikenal sebagai Tethys,” kata
Silver. “Namun tidak ada zona subduksi muncul di selatan india atau
afrika untuk mengkompensasi kehilangan subduksi oleh penutupan samudera
ini.”
bukti geokimia dari batuan beku purba
menunjukkan bahwa sekitar satu miliar tahun lalu terdapat ketiadaan
kegiatan volkanis yang secara normal terkait subduksi. Gagasan ini cocok
dnegan bukti geologis lain untuk penutupan lantai samudera tipe pasifik
saat itu, mengelas benua2 menjadi sebuah superbenua (dikenal oleg
geolog sebagai Rodinia) dan mungkin menghentikan subduksi sementara
waktu. Rodinia terpisah kemudian saat subduksi dan tektonik lempeng
mulai kembali. Lempeng tektonik dikendalikan oleh aliran panas dari
interior bumi, dan penghentian akan menurunkan tingkat pendinginan Bumi,
seperti menutup panci air panas akan memperlambat pendinginan air di
dalamnya. Dengan menutup secara periodik aliran panas, tektonik lempeng
saling tindih dapat menjelaskan kenapa bumi telah kehilangan panas lebih
sedikit daripada model saat ini ramalkan. Dan pembangunan panas dibawah
lempeng2 yang stagnan dapat menjelaskan kemunculan batuan2 beku
tertentu ditengah2 benua jauh dari lokasi normalnya di zona subduksi.
“Bila lempeng tektonik mulai dan berhenti, maka evolusi benua harus
dilihat dalam sudut pandang baru, karena ia secara dramatis memperluas
jangkauan skenario evolusioner yang mungkin
Lempeng dan pergerakannya
Menurut teori ini kerakbumi (lithosfer)
dapat diterangkan ibarat suatu rakit yang sangat kuat dan relatif dingin
yang mengapung di atas mantel astenosfer yang liat dan sangat panas,
atau bisa juga disamakan dengan pulau es yang mengapung di atas air
laut. Ada dua kjenis kerak bumi yakni kerak samudera yang tersusun oleh
batuan bersifat basa dan sangat basa, yang dijumpai di samudera sangat
dalam, dan kerak benua tersusun oleh batuan asam dan lebih tebal dari
kerak samudera. Kerakbumi menutupi seluruh permukaan bumi, namun akibat
adanya aliran panas yang mengalir di dalam astenofer menyebabkan
kerakbumi ini pecah menjadi beberapa bagian yang lebih kecil yang
disebut lempeng kerakbumi. Dengan demikian lempeng dapat terdiri dari
kerak benua, kerak samudera atau keduanya. Arus konvensi tersebut
merupakan sumber kekuatan utama yang menyebabkan terjadinya pergerakan
lempeng.
Akibat Pergerakan Lempeng
Pergerakan lempeng kerakbumi ada 3 macam yaitu pergerakan yang saling mendekati, saling menjauh dan saling berpapasan.
Pergerakan lempeng saling mendekati akan
menyebabkan tumbukan dimana salah satu dari lempeng akan menunjam ke
bawah yang lain. Daerah penunjaman membentuk suatu palung yang dalam,
yang biasanya merupakan jalur gempa bumi yang kuat. Dibelakang jalur
penunjaman akan terbentuk rangkaian kegiatan magmatik dan gunungapi
serta berbagai cekungan pengendapan. Salah satu contohnya terjadi di
Indonesia, pertemuan antara lempeng Ind0-Australia dan Lempeng Eurasia
menghasilkan jalur penunjaman di selatan Pulau Jawa dan jalur gunungapi
Sumatera, Jawa dan Nusatenggara dan berbagai cekungan seperti Cekungan
Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan Cekungan Jawa
Utara.
Pergerakan lempeng saling menjauh akan
menyebabkan penipisan dan peregangan kerakbumi dan akhirnya terjadi
pengeluaran material baru dari mantel membentuk jalur magmatik atau
gunungapi. Contoh pembentukan gunungapi di Pematang Tengah Samudera di
Lautan Pasific dan Benua Afrika.
Pergerakan saling berpapasan dicirikan
oleh adanya sesar mendatar yang besar seperti misalnya Sesar Besar San
Andreas di Amerika.
Kegiatan Tektonik
Pergerakan lempeng kerakbumi yang saling
bertumbukan akan membentuk zona sudaksi dan menimbulkan gaya yang
bekerja baik horizontal maupun vertikal, yang akan membentuk pegunungan
lipatan, jalur gunungapi/magmatik, persesaran batuan, dan jalur
gempabumi serta terbentuknya wilayah tektonik tertentu. Selain itu
terbentuk juga berbagai jenis cekungan pengendapan batuan sedimen
seperti palung (parit), cekungan busurmuka, cekungan antar gunung dan
cekungan busur belakang. Pada jalur gunungapi/magmatik biasanya akan
terbentuk zona mineralisasi emas, perak dan tembaga, sedangkan pada
jalur penunjaman akan ditemukan mineral kromit. Setiap wilayah tektonik
memiliki ciri atau indikasi tertentu, baik batuan, mineralisasi,
struktur maupun kegempaanya.
Perkembangan Tatanan Tektonik Indonesia
Pada 50 juta tahun yang lalu (Awal
Eosen), setelah benua kecil India bertubrukan dengan Himalaya, ujung
tenggara benua Eurasia tersesarkan lebih jauh ke arah tenggara dan
membentuk kawasan Indonesia bagian barat. Saat itu kawasan Indonesia
bagian timur masih berupa laut (laut Filipina dan Samudra Pasifik).
Lajur penunjaman yang bergiat sejak akhir Mesozoikum di sebelah barat
Sumatera, menyambung ke selatan Jawa dan melingkar ke tenggara – timur
Kalimantan – Sulawesi Barat, mulai melemah pada Paleosen dan berhenti
pada kala Eosen.
Pada 45 juta tahun lalu. Lengan Utara
Sulawesi terbentuk bersamaan dengan jalur Ofiolit Jamboles. Sedangkan
jalur Ofiolit Sulawesi Timur masih berada di belahan selatan bumi. Pada
20 jutatahun lalu benua-benua mikro bertubrukan dengan jalur Ofiloit
Sulawesi Timur, dan Laut Maluku terbentuk sebagai bagian dari Lut
pilipina. Laut Cina Selatan mulai membuka dan jalur tunjaman di utara
Serawak – Sabah mulai aktif.pada
10 juta tahun lalu, benua mikro Tukang Besi – Buton bertubrukan dengan
jalur Ofiolit di Sulawesi Tenggara, tunjaman ganda terjadi di kawasan
Laut Maluku, dan Laut Serawak terbentuk di Utara Kalimantan. pada 5 juta
tahun lalu, benua mikro Banggai-Sula bertubrukan dengan jalur ofiolit
Sulawesi Timur, dan mulai aktif tunjangan miring di utara Irian
Jaya-Papua Nugini.
Teori Tektonik Lempeng sebagai berikut :
1. Penyebab dari pergerakan benua-benua
dimulai oleh adanya arus konveksi (convection current) dari mantle
(lapisan di bawah kulit bumi yang berupa lelehan). Arah arus ini tidak
teratur, bisa dibayangkan seperti pergerakan udara/awan atau pergerakan
dari air yang direbus. Terjadinya arus konveksi terutama disebabkan oleh
aktivitas radioaktif yang menimbulkan panas.
2. Dalam kondisi tertentu dua arah arus
yang saling bertemu bisa menghasilkan arus interferensi yang arahnya ke
atas. Arus interferensi ini akan menembus kulit bumi yang berada di
atasnya. Magma yang menembus ke atas karena adanya arus konveksi ini
akan membentuk gugusan pegunungan yang sangat panjang dan
bercabang-cabang di bawah permukaan laut yang dapat diikuti sepanjang
samudera-samudera yang saling berhubungan di muka bumi. Lajur pegunungan
yang berbentuk linear ini disebut dengan MOR (Mid Oceanic Ridge atau
Pematang Tengah Samudera) dan merupakan tempat keluarnya material dari
mantle ke dasar samudera. MOR mempunyai ketinggian melebihi 3000 m dari
dasar laut dan lebarnya lebih dari 2000 km, atau melebihi ukuran
Pegunungan Alpen dan Himalaya yang letaknya di daerah benua. MOR
Atlantik (misalnya) membentang dengan arah utara-selatan dari lautan
Arktik melalui poros tengah samudera Atlantik ke sebelah barat Benua
Afrika dan melingkari benua itu di selatannya menerus ke arah timur ke
Samudera Hindia lalu di selatan Benua Australia dan sampai di Samudera
Pasifik. Jadi keberadaan MOR mengelilingi seluruh dunia.
3. Kerak (kulit) samudera yang baru, terbentuk di pematang-pematang
ini karena aliran material dari mantle. Batuan dasar samudera yang baru
terbentuk itu lalu menyebar ke arah kedua sisi dari MOR karena desakan
dari magma mantle yang terus-menerus dan juga tarikan dari gaya gesek
arus mantle yang horisontal terhadap material di atasnya. Lambat laun
kerak samudera yang terbentuk di pematang itu akan bergerak terus
menjauh dari daerah poros pematang dan ‘mengarungi’ samudera. Gejala ini
disebut dengan Pemekaran Lantai Samudera (Sea Floor Spreading).
4. Keberadaan busur kepulauan dan juga
busur gunung api serta palung Samudera yang memanjang di tepi-tepi benua
merupakan fenomena yang dapat dijelaskan oleh Teori Tektonik Lempeng
yaitu dengan adanya proses penunjaman (subduksi). Oleh karena peristiwa
Sea Floor Spreading maka suatu saat kerak samudera akan bertemu dengan
kerak benua sehingga kerak samudera yang mempunyai densitas lebih besar
akan menunjam ke arah bawah kerak benua. Dengan adanya zona penunjaman
ini maka akan terbentuk palung pada sepanjang tepi paparan, dan juga
akan terbentuk kepulauan sepanjang paparan benua oleh karena proses
pengangkatan. Kerak samudera yang menunjam ke bawah ini akan kembali ke
mantle atau jika bertemu dengan batuan benua yang mempunyai densitas
sama atau lebih besar maka akan terjadi mixing antara material kerak
samudera dengan benua membentuk larutan silikat pijar atau magma.
(Proses mixing terjadi pada kerak benua sampai 30 km di bawah permukaan
bumi). Karena sea floor spreading terus berlangsung maka jumlah magma
hasil mixing yang terbentuk akan semakin besar sehingga akan menerobos
batuan-batuan di atasnya sampai akhirnya muncul ke permukaan bumi
membentuk deretan gunung api.
Pergerakan Lempeng (Plate Movement)
Berdasarkan arah pergerakannya, perbatasan antara lempeng tektonik yang satu dengan lainnya (
plate boundaries) terbagi dalam 3 jenis, yaitu
divergen,
konvergen, dan
transform. Selain itu ada jenis lain yang cukup kompleks namun jarang, yaitu
pertemuan simpang tiga (
triple junction) dimana tiga lempeng kerak bertemu.
1. Batas Divergen
Terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling memberai (break apart). Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer menipis dan terbelah, membentuk batas divergen.
Pada lempeng samudra, proses ini menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor spreading). Sedangkan pada lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya lembah retakan (rift valley) akibat adanya celah antara kedua lempeng yang saling menjauh tersebut.
Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge)
adalah salah satu contoh divergensi yang paling terkenal, membujur dari
utara ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi Benua Eropa
dan Afrika dengan Benua Amerika.
2. Batas Konvergen
Terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed) ke arah kerak bumi, yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu sama lain (one slip beneath another).
Wilayah dimana suatu lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua atau lempeng samudra lain disebut dengan zona tunjaman (subduction zones). Di zona tunjaman inilah sering terjadi gempa. Pematang gunung-api (volcanic ridges) dan parit samudra (oceanic trenches) juga terbentuk di wilayah ini.
3. Batas Transform
Terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar (slide each other),
yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah. Keduanya tidak saling
memberai maupun saling menumpu. Batas transform ini juga dikenal sebagai
sesar ubahan-bentuk (transform fault).
Batas transform umumnya berada di dasar laut, namun ada juga yang berada di daratan, salah satunya adalah Sesar San Andreas (San Andreas Fault)
di California, USA. Sesar ini merupakan pertemuan antara Lempeng
Amerika Utara yang bergerak ke arah tenggara, dengan Lempeng Pasifik
yang bergerak ke arah barat laut.
Batas Konvergen
Batas konvergen ada 3 macam, yaitu
1) antara lempeng benua dengan lempeng samudra,
2) antara dua lempeng samudra,
3) antara dua lempeng benua.
Konvergen lempeng benua—samudra (Oceanic—Continental)
Ketika suatu lempeng samudra menunjam ke
bawah lempeng benua, lempeng ini masuk ke lapisan astenosfer yang
suhunya lebih tinggi, kemudian meleleh. Pada lapisan litosfer tepat di
atasnya, terbentuklah deretan gunung berapi (volcanic mountain range). Sementara di dasar laut tepat di bagian terjadi penunjaman, terbentuklah parit samudra (oceanic trench).
Pegunungan Andes di Amerika Selatan adalah salah satu
pegunungan yang terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari
konvergensi antara Lempeng Nazka dan Lempeng Amerika Selatan.
Konvergen lempeng samudra—samudra (Oceanic—Oceanic)
Salah satu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng samudra lainnya,
menyebabkan terbentuknya parit di dasar laut, dan deretan gunung berapi
yang pararel terhadap parit tersebut, juga di dasar laut. Puncak
sebagian gunung berapi ini ada yang timbul sampai ke permukaan,
membentuk
gugusan pulau vulkanik (
volcanic island chain).
Pulau Aleutian di Alaska adalah salah satu contoh pulau
vulkanik dari proses ini. Pulau ini terbentuk dari konvergensi antara
Lempeng Pasifik dan Lempeng Amerika Utara.
Konvergen lempeng benua—benua (Continental—Continental)
Salah satu lempeng benua menunjam ke
bawah lempeng benua lainnya. Karena keduanya adalah lempeng benua,
materialnya tidak terlalu padat dan tidak cukup berat untuk tenggelam
masuk ke astenosfer dan meleleh. Wilayah di bagian yang bertumbukan
mengeras dan menebal, membentuk deretan pegunungan non vulkanik (mountain range).
Pegunungan Himalaya dan Plato Tibet
adalah salah satu contoh pegunungan yang terbentuk dari proses ini.
Pegunungan ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng India dan
Lempeng Eurasia.